Itik Indonesia mula-mula berasal dari Jawa. Itik jenis ini umumnya disebut itik Jawa, karena tersebar dan berkembang di berbagai daerah di Pulau Jawa. Berbagai jenis itik lokal dikenal penamaannya berdasarkan wilayah asal dan sifat morfologis seperti itik Alabio, itik Tegal dan itik Mojosari.
Sebelum seorang peternak memulai usahanya, harus menyiapkan diri, terutama dalam hal pemahaman tentang panca usaha beternak yaitu
(1). Perkandangan
1. Persyaratan temperatur kandang ± 39 ° C.
2. Kelembaban kandang berkisar antara 60-65%
3. Penerangan kandang diberikan untuk memudahkan pengaturan kandang agar tata kandang sesuai dengan fungsi bagian-bagian kandang
4. Kondisi kandang dan perlengkapannya, kandang tidak harus dari bahan yang mahal tetapi cukup sederhana asal tahan lama (kuat). Untuk perlengkapannya berupa tempat makan, tempat minum dan mungkin perelengkapan tambahan lain yang bermaksud positif dalam managemen

(2). Bibit Unggul
Pemilihan bibit ada 3 ( tiga) cara untuk memperoleh bibit itik yang baik adalah sebagai berikut :
• membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya
• memelihara induk itik yaitu pejantan + betina itik unggul untuk mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam atau mesin tetas
• membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas peternakan setempat.Ciri DOD yang baik adalah tidak cacat (tidak sakit) dengan warna bulu kuning mengkilap
(3). Pakan Ternak
• Pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase, yaitu fase stater (umur 0– 8 minggu), fase grower (umur 8–18 minggu) dan fase layar (umur 18–27 minggu). Pakan ketiga fase tersebut berupa pakan jadi dari pabrik (secara praktisnya) dengan kode masing-masing fase. Cara memberi pakan tersebut terbagi dalam empat kelompok yaitu:

1. umur 0-16 hari diberikan pada tempat pakan datar (tray feeder)
2. umur 16-21 hari diberikan dengan tray feeder dan sebaran dilantai
3. umur 21 hari samapai 18 minggu disebar dilantai.
4. umur 18 minggu– 72 minggu, ada dua cara yaitu 7 hari pertama secara pakan peralihan dengan memperhatikan permulaan produksi bertelur sampai produksi mencapai 5%. Setelah itu pemberian pakan itik secara ad libitum (terus menerus).
• Pemberian minuman itik, berdasarkan pada umur itik juga yaitu :
1. umur 0-7 hari, untuk 3 hari pertama biar minum ditambah vitamin dan mineral, tempatnya asam seperti untuk anak ayam.
2. umur 7-28 hari, tempat minum dipinggir kandang dan air minum diberikan secara ad libitum (terus menerus)
3. umur 28 hari-afkir, tempat minum berupa empat persegi panjang dengan ukuran 2 m x 15 cm dan tingginya 10 cm untuk 200-300 ekor. Tiap hari dibersihkan.

(4) Hama dan Penyakit
Secara garis besar penyakit itik dikelompokkan dalam dua hal yaitu:
1. penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri dan protozoa
2. penyakit yang disebabkan oleh defisiensi zat makanan dan tata laksana perkandangan yang kurang tepat
Adapun jenis penyakit yang biasa terjangkit pada itik adalah:
• Penyakit Duck Cholera
Penyebab: bakteri Pasteurela avicida.
Gejala: mencret, lumpuh, tinja kuning kehijauan.
Pengendalian: sanitasi kandang,pengobatan dengan suntikan penisilin pada urat daging dada dengan dosis sesuai label obat.
• Penyakit Salmonellosis
Penyebab: bakteri typhimurium.
Gejala: pernafasan sesak, mencret.
Pengendalian: sanitasi yang baik, pengobatan dengan furazolidone melalui pakan dengan konsentrasi 0,04% atau dengan sulfadimidin yang dicampur air minum, dosis disesuaikan dengan label obat.
 
(5) Panen
1. Hasil Utama
Hasil utama, usaha ternak itik petelur adalah telur itik
2. Hasil Tambahan
Hasil tambah berupa induk afkir, itik jantan sebagai ternak daging dan kotoran ternak sebagai pupuk tanam yang berharga

Sumber: Cybex Kementan


Sumber Gambar: www.google..com



Selama ini pengendalian terhadap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dilakukan oleh petani dengan menggunakan pestisida kimia. Banyak petani awam yang menggunakan pestisida kimia secara berlebihan dengan anggapan hama akan lebih cepat mati jika diberikan pestisida dalam jumlah banyak. Hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan petani tentang pengendalian OPT yang tepat. Dampak dari penggunaan pestisida kimia ini antara lain hama menjadi kebal, peledakan hama baru, penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia, dan kecelakaan bagi pengguna. Oleh karena itu perlu dicari cara pengendalian OPT yang lebih aman dan ramah lingkungan.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengendalikan OPT adalah dengan penggunaan pestisida nabati yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan di lingkungan sekitar. Pestisida nabati dapat dimanfaatkan untuk memberantas organisme pengganggu tumbuhan berupa hama dan penyakit tumbuhan maupun gulma. Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tumbuhan baik dari daun, buah, biji atau akar.
Pestisida nabati mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, dan bahan dasarnya pun relatif mudah didapat. Sehingga para petani diharapkan mampu mengaplikasikannya dan tidak bergantung lagi pada penggunaan pestisida kimiawi.
Pepaya (Carica pepaya L.), atau betik adalah tumbuhan yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan, dan kini menyebar luas dan banyak ditanam di seluruh daerah tropis untuk diambil buahnya. C. pepaya adalah satu-satunya jenis dalam genus Carica. Nama pepaya dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, "papaja", yang pada gilirannya juga mengambil dari nama bahasa Arawak, "pepaya". Dalam bahasa Jawa pepaya disebut "katès" dan dalam bahasa Sunda "gedang".
Tujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi hama. Akan tetapi dalam kenyataannya, sebaliknya malahan sering meningkatkan populasi jasad pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan kerusakan tidak tercapai. Hal ini sering terjadi, karena kurang pengetahuan dan perhitungan tentang dampak penggunaan pestisida. Ada beberapa penjelasan ilmiah yang dapat dikemukakan mengapa pestisida menjadi tidak efektif, dan malahan sebaliknya bisa meningkatkan perkembangan populasi jasad pengganggu tanaman.
Berkembangnya penggunaan pestisida sintesis yang dinilai praktis oleh para petani dan pecinta tanaman untuk mencegah tanamannya dari serangan hama, ternyata membawa dampak negatif yang cukup besar bagi manusia dan lingkungan. Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) tercatat bahwa di seluruh dunia terjadi keracunan pestisida antara 44.000 - 2.000.000 orang setiap tahunnya.
Dampak negatif dari penggunaan pestisida sintetis adalah meningkatnya daya tahan hama terhadap pestisida (resistansi hama itu sendiri), membengkaknya biaya perawatan akibat tingginya harga pestisida dan penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan keracunan bagi manusia dan ekosistem di lingkungan menjadi tidak stabil / tidak seimbang.
Cukup tingginya dampak negatif dari penggunaan pestisida sintetis, mendorong berbagai usaha untuk menekuni pemberdayaan / pemanfaatan pestisida alami sebagai alternatif pengganti pestisida sintesis. Salah satu pestisida alami yang dapat digunakan adalah ekstrak daun pepaya. Selain ramah lingkungan, pestisida alami merupakan pestisida yang relatif aman dalam penggunaannya dan ekonomis.
Untuk itu, penulis akan membahas mengenai pemanfaatan ekstrak daun pepaya (Carica pepaya) sebagai pestisida alami yang ramah lingkungan.
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Mexico dan Costa Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun sub tropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi yang tinggi.
Di Indonesia tanaman pepaya tersebar dimana-mana bahkan telah menjadi tanaman perkarangan. Senrta penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah Jawa Barat (Kabupaten Sukabumi), Jawa Timur (Kabupaten Malang), Yogyakarta (Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja), Sulawesi Utara (Manado).




Sumber ; Kalie, Baga Moehd. , 1996. Bertanam Pepaya. Jakarta : Penebar Swadaya.
Kardinan, A. , Pestisida Nabati : Ramuan dan Aplikasi. Jakarta : Penebar Swadaya, 2000

Sumber Gambar: Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Litbang-Deptan 2008

Dari tanaman semusim yang banyak dibudidayakan di Indonesia, padi merupakan yang terpenting, karena dari tanaman padi ini dihasilkan beras yang merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan agar produksi beras mencukupi kebutuhan penduduk Indonesia yaitu melalui berbagai program seperti intensifikasi khusus, supra insus dan terakhir dengan program pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT). Disamping itu petani sebagai palaku utama dalam produksi beras juga berusaha agar dalam berusaha tani padi dapat memperoleh hasil yang tinggi dan berharap memperoleh keuntungan yang layak.
Untuk memenuhi kebutuhan beras penduduk Indonesia dan harapan petani padi tersebut, maka pemerintah mengeluarkan program pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) untuk usahatani padi. Untuk memperoleh hasil yang tinggi dalam bududaya padi sawah, maka program PTT mempunyai 11 teknologi anjuran produksi padi yaitu 1) penggunaan varietas padi unggul, 2) penggunan benih bersertifikat, 3) pengunaan pupuk berimbang, 4) penggunaan kompos bahan organik sebagai pupuk dan pembenah tanah, 5) pengaturan tanam system legowo, tegel dan tebar benih langsung, 6) penggunaan bibit dengan daya tumbuh tinggi, cepat dan serempak yang diperoleh melalui pemisahan benih padi bernas, 7) penanaman bibit umur muda dengan jumlah bibit terbatas yaitu 1 s/d 3 bibit per lubang, 8) pengaturan pengairan dan pengeringan berselang, 9) pengendalian gulma, 10) pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan terpadu, 11) penggunaan alat perontok gabah mekanis ataupun mesin.
Seperti kita ketahui tanaman padi sering terserang hama dan penyakit, yang mengakibatkan produksi padi rendah, bahkan puso (tanaman padi mati). Hama yang sering menyerang tanaman padi antara lain penggerek batang padi, wereng coklat, wereng hijau, kepinding tanah, walang sangit, tikus, ganjur, hama putih palsu, hama putih, ulat grayak, ulat tanduk hijau, ulat jengkal, orong-orong, lalat bibit, keong mas dan burung.
Penyakit yang sering menyerang tanaman padi antara lain hawar daun bakteri, bakteri daun bergaris, blas, hawar pelepah daun, busuk batang, busuk pelepah daun bendera, bercak coklat, barcak Cercospora, hawar daun jingga, tungro, kerdil rumput, kerdil hampa. Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus. Penyakit bercak coklat disebakan oleh jamur Helmintosporium oryzae pada pertanaman. Penyakit bercak coklat dapat menyebabkan kematian tanaman muda dan menurunkan kualitas gabah. Penyakit ini merusak sekali pada tanaman padi di lahan dengan sistem drainase buruk atau lahan yang kahat unsur hara, terutama unsur kalium. Penyakit ini jarang sekali terjadi di lahan subur.
Gejala serangan
Penyakit ini dapat menyerang pada saat persemaian dan dapat mengakibatkan tanaman mati karena busuk pada koleoptil, batang dan akar. Serangan juga dapat terjadi pada daun dan bulir, apabila bulir padi terserang maka mutunya akan menurun. Gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah adanya bercak berwarna coklat tua, berbentuk oval sampai bulat, berukuran sebesar biji wijen, pada permukaan daun, pada pelepah atau pada gabah.
Serangan berat pada daun dapat mengakibatkan daun mengering.
Penyebaran
Patogen penyakit bersifat terbawa benih, sehingga dalam keadaan yang sesuai penyakit dapat berkembang pada tanaman yang masih muda.
Pengendalian
Penanaman varietas tahan
Pemberian pupuk yang sesuai yaitu 250 kg urea, 100 kg SP36 dan 100 kg KCl
Ditulis kembali oleh : Sundari, SST (Penyuluh BBP2TP)
Sumber:
1) Masalah Lapang Hama, Penyakit dan Hara pada Padi, Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Litbang-Deptan 2008
2) Hama dan Penyakit Tanaman Padi, Badan Pendidikan dan Penyuluhan Pertanian, Deptan 1982


Sumber Gambar: Dokumen Pusluh

Saat ini presentasi merupakan media komunikasi efektif yang digunakan di bidang apa saja, dari kegiatan sekolah hingga pekerjaan di kantor, apalagi bidang yang menyangkut aktivitas mensosialisasikan kegiatan terutama penyuluhan pertanian. Semakin sering kita mendengar orang lembur hingga lewat tengah malam karena menyiapkan suatu presentasi yang harus disampaikan di depan klien keesokan harinya. Sering pula terjadi seorang staf karirnya melonjak karena kemampuannya beberapa kali menggoalkan proposal yang di ajukan perusahaan. Dia mampu memenangkan pitching karena calon pemberi order terkesan bahkan terpukau oleh presentasi yang disampaikan sang presenter.

Pergeseran Dari Orasi Menuju Presentasi
Di era reformasi yang mendengungkan ide demokrasi dan kebebasan berbicara membuat orang sulit mengandalkan orasi atau pesan melalui mulut saja. Hal ini karna orasi lebih membuka peluang orang untuk mendebat dan menyanggah.
Dalam orasi, informasi yang tersampaikan lewat begitu cepat. Dari 1000 kata yang disampaikan melalui orasi hanya kurang dari 5% saja yang tertangkap dengan benar oleh audiens. Selebihnya menguap hilang.
Dengan saran presentasi sebagaimana yang di kenal saat ini, pesan yang semula hanya mengandalkan kata-kata secara lisan (oral spoken) sekarang didukung dengan sarana audio visual dengan bantuan slide dan proyektor.
Dengan demikian informasi bukan hanya tertangkap melalui telinga saja, tetapi juga lewat mata. Persentasi pesan yang tertangkap dan tersimpan di memori audiens meningkat secara signifikan.
Bukan hanya kata-kata presenter yang diterima oleh memori audiens,tetapi juga teks sebuah slide, ilustrasi gambar, gerakan animasi yang mencuri perhatian, dan vidio yang menggugah imajinasi. Ini membuat informasi yang diterima audiens menjadi sedemikian lengkap dan saling mendukung satu sama lainnya.

Presentasi Sebagai Tontonan
Banyak presenter yang mampu mempersona audiens sehingga sepanjang show penonton dibuatnya terpukau. Tetapi ini baru sukses dari satu sisi. Sisi yang paling penting bagi presenter, yaitu "show"nya berjalan mulus, tampilannya dikagumi, memperoleh tepuk tangan meriah. Bahkan kemudian ia akan diundang kembali dengan honor yang lebih tinggi.

Presentasi Sebagai Konten
Sisi lain dari sebuah presentasi adalah segi konten.
Apakah isi pesannya tersampaikan ?
Apakah presentasi mampu membuat orang belum tahu menjadi tahu ?
Apakah orang yang belum sependapat menjadi setuju ?
Secara logika, jika presentasi berhasil mempesona audies, maka besar kemungkinannya pesannya tersampaikan.
Namun ada juga kemungkinan pesan belum tersampaikan dengan baik. Jika presenter lebih mengutamakan "show" dan "menghibur"audiens, bisa jadi presentasinya memang didesain untuk menghibur. Sesampai di rumah audiens sudah lupa informasi apa yang dibicarakan. Pokoknya. Presenternya lucu.
Slide Sebagai Alat Bantu Visual Sebuah Presentasi Yang Sukses
Silde dalam suatu presentasi adalah alat bantu visual yang diharapkan membantu presenterdalam menyajikan materi yang dipersentasikan. Visualisasi pesan tersebut bisa dalam bentuk teks, gambar dan foto.
Visualisasi pesan diharapkan akan membantu unsur penyampai komunikasi verbal (melalui kata-kata oleh presenter) ditambah daya imajinasi masing-masing audiens yang diperoleh darivisual.
Sebuah gambar mampu mengembangkan imajinasi audiens jauh lebih dalam dan luas dibanding pesan verbal baik verbal baik melalui suara berupa kata-kata dari presenter maupun pesan verbal melalui teks.
Tulisan sifatnya lebih pasti (ada batasannya), sedangkan bahasa gambar sifatnya penafsiran. Tidak ada batasan tafsir antara satu orang dengan orang lain. Hal ini berbeda dengan komunikasi langsung, dimana penggunaan kata-kata yang lebih bersifat personal serta terjadinya interaksi yang lebih bersifat langsung, disini penggunaan kata-kata jelas menjadi dominan.
Bahasa visual yang kuat akan mampu membawakan emosi dan bisa membuat audiens berpikir, merenung, terhanyut pada suasana yang ditimbulkan atau dibangkitkan oleh presenter sehingga berdampak terharu maupun gembira. Bahasa verbalpun bisa dimanfaatkan untuk itu, namun bukan pada komunikasi yang bersifat interpersonal (massal) sepertipada sebuah presentasi. Pada suatu keadaan atau posisi tertentu, bahasa verbal bisa digunakan.


Bagaimanakah Menyusun Slide Yang Mempesona ?
Slide mempesona adalah slide yang nyaman dan enak dipandang. Slide tersebut memiliki objek yang mampu menarik perhatian. Dengan demikian, audiens akan fokus memandangnya, menangkap isi pesannya dengan baik, lalu menyimpannya secara kuat ke dalam ingatan.
Ada banyak tantangan sebelum kita bisa membuat slide yang mempesona tersebut. Sebab, tidak semua orang yang menyusun presentasi memiliki latar belakang pengatahuan mengenai estetika seni. Seorang presenter belum tentu memiliki keterampilan membuat gambar, menata layout atau menyusun kata-kata. Terlebih lagi, mungkin tidak punya waktu yang cukup ketika sedang mempersiapkan materi presentasi. Dengan berbagai hambatan di atas, maka akan sulit bagi untuk menyusun slide presentasi yang baik, apa lagi mempesona, kecuali jika mau terus belajar dan bekerja keras.
Teknik Membuat Slide Yang Komunikatif
Berikut ini teknik membuat slide yang komunikatif, dari yang paling gampang sampai yang perlu usaha yang lebih serius :
1. Memanfaatkan template siap pakai, lalu kembangkan sesuai dengan kreasi masing-masing,jangan pernah gunakan template apa adanya. Tahap ini tepat bagi yang tidak punya banyak waktu dan kurang mahir membuat desain sendiri.
2. Membuat desain slide dengan kreasi sendiri. Pada tahap ini perlu berbekal pengatahuanestetika dan keterampilan membuat gambar.
3. Memanfaatkan keindahan bentuk teks sebagai daya tarik. Pada tahap ini perlu berbekal pengatahuan tentang estetika tipografi.
4. Menggunakan gambar (vektor grafis maupun foto bitmap) sebagai sarana komunikasi visual. Selain membuat gambar melalui program gambar, bisa juga berburu gambar secara gratis (maupun berbayar) melalui internet.
5. Menghiasi slide dengan multimedia berupa audio, video maupun animasi. Teknik ini memerlukan pengetahuan untuk menyisip, mengedit maupun membuat sendiri audio maupun video.
Jangan lupa untuk terus belajar dan berlatih agar keterampilan menyiapkan dan menyampaikan presentasi (presentation skills) naik ke level yang lebih tinggi.
Penulis :Etty Yuliati
Sumber: cybex kementan

Sumber Gambar:

Sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman pangan merupakan sektor yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Seperti ketahui perubahan iklim ekstrim akan menyebabkan terjadinya banjir, kekeringan dan bahkan terjadinya kenaikan muka air laut. Hal ini tentunya akan mempengaruhi produksi pertanian, yang sangat penting terutama dalam penyedia pangan manusia, bahan baku industry dan bioenergi. Perubahan iklim akan mempengaruhi pola hujan yang berakibat banjir bahkan sebaliknya kekeringan serta perubahan musim, terjadinya peningkatan suhu udara serta pemanasan global serta terjadinya peningkatan muka air laut. .
Perubahan pola hujan
Berdasarkan terjadinya, hujan dibedakan menjadi lima yaitu: 1) Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar; 2) Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan; 3) Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan; 4) Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal; dan 5) Hujan muson, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson).

Akibat perubahan iklim pola hujan juga terjadi di wilayah Indonesia seperti terjadinya perubahan musim hujan yang mundur di beberapa lokasi atau sebaliknya di wilayah lain mundur. Hasil penelitian Aldrian dan Jamil (2006) menyebutkan bahwa jumlah bulan dengan curah hujan ekstrim cenderung meningkat dalam 50 tahun terakhir . Dari sekitar 5,1 juta ha lahan sawah yang terdapat disejumlah provinsi di Indonesia, 74 ribu ha diantaranya tergolong sangat rawan kekeringan dan 1,1 juta ha termasuk rawan. Nusa Tenggara dan Lampung memiliki lahan sawah terluas yang tergolong sangat rawan kekeringan, sedangkan Sumatera Utara memiliki angka tertinggi kategori daerah rawan kekeringan. Di pulau Jawa dari sekitar 3,5 juta ha lahan sawah, sebagian (4,5 %) merupakan wilayah rawan banjir yang sebagian besar terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah dan hanya 33% yang tergolong tidak rawan banjir. Apabila intensitas dan frekuensi curah hujan semakin meningkat akan menimbulkan kerugian yang semakin besar Dengan peta wilayah rawan banjir dan kekeringan tersebut, tentunya akan mempengaruhi produksi pertanian terutama tanaman pangan.

Peningkatan suhu udara
Runtunuwu dan Kondoh (2008) menyebutkan bahwa, peningkatan suhu udara global selama 100 tahun terakhir rata-rata sebesar 0,57ºC sedang Boer (2007) dari Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim (KP3I) sektor pertanian juga melaporkan bahwa selama 100 tahun terakhir, suhu udara di Jakarta meningkat 1,4ºC. Peningkatan suhu ini, menyebabkan naiknya transparansi dan konsumsi air, yang akan mempercepat pematangan buah/biji yang selanjutnya menurunkan produktivitas dan mutu hasil tanaman pangan serta berkembangnya berbagai hama penyakit tanaman.
Dari hasil penelitian KP3I tahun 2008 menunjukkan bahwa peningkatan suhu akibat meningkatnya konsentrasi CO2 dapat mengakibatkan menurunnya hasil tanaman. Apabila suhu meningkat lebih dari 4ºC, dapat mengakibatkan turunnya hasil pertanian lebih dari 20%. Dengan menggunakan model simulasi tanaman, John Sheehy dari IRRI (2007) menyatakan bahwa penurunan hasil akibat kenaikan suhu 1ºC adalah 0,6 ton/ha ada pendapat lain (Peng et al, 2004), bahwa setiap kenaikan suhu minimum sebesar 1ºC akan menurunkan hasil padi sebesar 10%. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC), Geneva (2007), telah menggunakan model RENDAMAN.CSM dan dugaan kenaikan suhu udara,menyebabkan potensi dan tingkat hasil padi di Jawa Barat terus menurun hingga tahun 2100, sehingga perlu ada penelitian untuk mendapatkan varietas padi toleran suhu tinggi dan rendaman.
Peningkatan muka air laut
Hasil analisis Badan Litbang Pertanian, untuk lima wilayah pembangunan menunjukkan bahwa hingga tahun 2050 luas baku lahan sawah akan menyusut akibat tergenang atau tenggelam oleh kenaikan muka air laut. Penyusutan lahan sawah di Jawa dan Bali diperkirakan sekitar 182.556 ha, Sulawesi 79.701 ha, Kalimantan 25,372, Sumatera 3,170 ha, dan Nusatenggara khususnya di Lombok 2,123ha. Boer (2011) dari Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim menyatakan bahwa kehilangan produksi padi akibat berkurangnya luas lahan dan salinitas karena kenaikan muka air laut berkisar antara 160 ribu ton di Jawa Barat, 80 ribu ton di Jawa Tengah dan 40 ribu ton di Jawa Timur.
Handoko et. al dari SEAMEO BIOTROP, Bogor menyebutkan bahwa potensi kehilangan luas lahan sawah dan lahan kering tanaman pangan akibat kenaikan muka air laut berturut-turut antara 113.000-146.000 ha dan16.600-32.000 ha, sedangkan kehilangan lahan kering areal perkebunan antara 7.000-9.000 ha. Menjelang tahun 2050, tanpa upaya adaptasi perubahan iklim secara nasional diperkirakan produksi tanaman pangan strategis akan menurun untuk padi 20,3-27,1%, jagung 13,6%, kedelai 12,4% dan 7,6% untuk tebu jika dibandingkan dengan tahun 2006. Potensi penurunan produksi. padi tersebut terkait dengan berkurangnya lahan sawah. di Jawa seluas 113.003-146.473 ha, di Sumatera Utara 1.314-1.345 ha dan di Sulawesi 13.672-17.069 ha. Boer (2010) dari KP3I mencatat bahwa sepanjang tahun 1993-2008, tiap tahun muka air laut naik 0,2-0,6 cm, sementara suhu muka laut meningkat 0,020-0,023ºC. Untuk mengantispasi terjadinya penurunan produksi diharapkan dapat diterapkannya teknologi peningkatan Indeks Pertanaman (IP) , areal tanam dan peningkatan produktivitas tanaman. .



Oleh : Ir. Sri Puji Rahayu, MM/ yayuk_edi@yahoo.com
Sumber : 1) Anonim, 2012. Perubahan Iklim dan Inovasi Teknologi Produksi Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Kementan; 2) Dihimpun dari beberapa sumber
 
pertanian.go.id
Baru saja dioptimalkanLihat yang asli
MATERI PENYULUHAN >> HORTIKULTURA
BUDIDAYA JAMUR TIRAM SKALA RUMAH TANGGA
Sumber Gambar: www.google.com
Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur yang cukup mudah dibudidayakan. Penyesuaian terhadap kondisi tidaklah terlalu sulit. Usaha jamur tiram mudah dijumpai di mana-mana dan telah banyak diusahakan dalam skala kecil/rumah tangga, baik hanya mengusahakan pembiakan bibitnya dan kemudian menjualnya atau mulai membibitkan hingga membudidayakannya. Beberapa jenis jamur tiram yang dapat dibudidayakan terlampir.
1. Persiapan bibit
Untuk mendapatkan produk panen yang baik diperlukan bibit yang baik, dan perlakuan selama masa pemeliharaan. Ada dua cara untuk memperoleh bibit jamur tiram, yakni dengan membuat sendiri melalui pembiakan bibit murni untuk mendapatkan bibit F1 atau dengan membeli bibit F2, F3, atau F4 dari pembudidaya atau instansi penyedia bibit.
2. Tahap budidaya
Untuk budidaya digunakan Bibit generasi ke 4 atau F4. Tahapan dalam budidaya jamur tiram di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Menyiapkan media tanam. Media tanam yang bisa digunakan sebagai media tumbuh jamur tiram adalah kombinasi dari serbuk gergaji kayu (80%), bekatul (10-15%), kapur CaCO3 (3%), dan air secukupnya (kandungan 40-60%).
b. Fermentasi media tanam. Kegiatan ini penting dilakukan sebelum media digunakan untuk menanam jamur. Caranya media tersebut didiamkan selama 5-10 hari atau disesuaikan dengan kondisi bahan. Tujuannya adalah agar terjadi proses pelapukan/pengomposan pada media.
Selama proses fermentasi, suhu media akan meningkat hingga mencapai 70oC, dan selama itu pula dilakukan pembalikan media setiap harinya agar proses pelapukan bisa merata di semua bagian media. Selain mempercepat pelapukan, fermentasi juga bertujuan untuk mematikan jamur liar yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram. Media yang siap digunakan ditandai dengan berubahnya warna media menjadi cokelat atau kehitaman.
3. Sterilisasi
Media tanam yang telah difermentasi dapat dimasukkan ke dalam kantong plastik jenis polipropilen. Media tersebut kemudian dipadatkan hingga berbentuk seperti botol (baglog). Selanjutnya, pada bagian atas plastik (leher kantong plastik) dipasang ring, disumbat menggunakan kapas, dan dipasang penutup baglog agar air tidak masuk ke dalam kantong pada saat pengukusan.
Setelah baglog siap, proses sterilisasi dapat dilakukan, yakni dengan cara mengukusnya. Wadah pengukus paling sederhana yang dapat digunakan adalah drum. Satu drum dapat memuat sekitar 60 baglog. Prinsip kerja sterilisasi adalah memanfaatkan panas uap air pada suhu 95o-110oC dalam waktu 8-10 jam. Ketika suhu pengukusan telah mencapai 100oC, pertahankan selama 5 jam. Biasanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu 100oC adalah 3 jam, tergantung dari kestabilan api di tungku. Selanjutnya, wadah pengukus dibuka dan didiamkan selama 5 jam agar suhu media tanam dalam baglog kembali normal.
4. Inokulasi
Baglog yang telah disterilisasi sebaiknya dipindahkan ke tempat inokulasi dan didiamkan selama 24 jam untuk mengembalikannya ke suhu normal. Ruangan inokulasi harus dalam keadaan steril dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Hal ini penting untuk meminimalisir tercemarnya baglog dari spora patogen atau bakteri. Berikut tahap-tahap pengisian bibit ke dalam baglog:
- Ambil botol bibit F3, lalu semprotkan alkohol ke botol tersebut. Panaskan sebentar mulut botol di atas api spiritus hingga sebagian kapas terbakar, lalu matikan api.
- Setelah kapas penyumbat botol bibit dibuka, aduk-aduk menggunakan kawat yang sudah disterilkan di atas api.
- Masukkan bibit dari botol ke baglog hingga leher baglog penuh, lalu tutup kembali dengan kapas. Setiap baglog diisi sekitar 10 g bibit.
5. Inkubasi
Inkubasi atau pemeraman bertujuan agar bibit yang telah diinokulasi segera ditumbuhi miselium. Untuk menunjang pertumbuhan miselium pada jamur tiram, idealnya ruang inkubasi memiliki suhu 24o-29oC, kelembapan 90-100%, cahaya 500-1000 lux, dan sirkulasi udara 1-2 jam. Setelah 15-30 hari masa inkubasi, biasanya miselium sudah tumbuh hingga separuh bagian baglog. Bila miselium telah memenuhi baglog, pertanda baglog siap dipindahkan ke rumah kumbung untuk dibudidayakan hingga proses pemanenan. Namun, bila dalam waktu 1 bulan dari masa inkubasi baglog tidak ditumbuhi miselium, berarti proses inokulasi yang dilakukan tidak berhasil.
Penulis: Enisar Sangun, Penyuluh Pertanian Madya (e_sangun@yahoo.co.id, 081386333549). Sumber: Yohana IS dan C Saparino.(2010). Usaha 6 Jenis Jamur Skala Rumah Tangga. Jakarta: Percetakan Berkat Jaya.
Beberapa jenis jamur tiram yang dapat dibudidayakan adalah sbb:
JENIS NAMA UMUM/DAGANG WARNA
1. Pleuorotus floridae White oyster Putih bersih
2. P. ostreatus Tree oyster, hiratake, straw mushroom Putih, putih kekuningan
3. P. cystidious Abalone, maple oyster Putih, kemerahan
4. P. citrinopileatus Golden oyster Kuning keemasan
5. P. djamor Pink oyster, takira hiratake, flamingo mushroom Ungu kemerahan
6. P. eryngii King oyster Kebiruan
7. P. euosmus Terragon oyster Kecokelatan
8. P. flabellatus Red oyster Merah jambu
9. P. pulmonarius Indian oyster, phoenix mushroom Putih keabu-abuan
10. P. sajor-caju Jamur tiram Kelabu

Sumber: cybex kementan


Tahukah Anda Kelas Benih Padi ?

Klasifikasi  benih padi yang dikeluarkan Kementerian Pertanian dengan sub bagiannya yaitu Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) menempatkannya dalam 4 kelas, yaitu :
1. Benih Penjenis (BS / Breeder Seed / Label Kuning)
Benih penjenis (BS) adalah benih yang diproduksi oleh dan dibawah pengawasan Pemulia Tanaman yang bersangkutan atau Instansinya. Benih ini merupakan Sumber perbanyakan Benih Dasar.
2. Benih Dasar (FS / Foundation Seed / Label putih)
Benih Dasar (BD) adalah keturunan pertama dari Benih Penjenis. Benih Dasar diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat sehingga kemurnian varietas dapat terpelihara. Benih dasar diproduksi oleh Instansi/Badan yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan produksinya disertifikasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi benih.
3. Benih Pokok (SS / Stock Seed / Label ungu)
Benih Pokok (BP) adalah keturunan dari  Benih Dasar yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga indetitas dan tingkat kemurnian varietas yang ditetapkan dapat dipelihara dan memenuhi standart mutu yang di tetapkan dan harus disertifikasi sebagai Benih Pokok oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih.
4. Benih Sebar (ES / Extension Seed / Label Biru)
Benih Sebar (BR) merupakan keturunan dari Benih Pokok yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas dan tingkat kemurnian varietas dapat dipelihara, memenuhi standart mutu benih yang ditetapkan serta harus disertifikasi sebagai Benih Sebar oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih.
sumber: bbpadi

Tiga Fase Pertumbuhan Padi

Pada pertanaman padi terdapat tiga fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif (0-60 hari), fase generatif (60-90 hari), dan fase pemasakan (90-120 hari).  Kebutuhan air pada ketiga fase tersebut  bervariasi yaitu pada fase pembentukan anakan aktif, anakan maksimum, inisiasi pembentukan malai, fase bunting dan fase pembungaan.
sumber: bbpadi

Klasifikasi Umur Tanaman Padi

Berdasarkan umur, secara umum tanaman padi dikategorikan dalam umur genjah (sekitar 110 hari) dan (lebih dari 120 hari). Padi varietas lokal pada umumnya berumur dalam, sedangkan padi varietas unggul berumur genjah. Secara lebih rinci, umur tanaman padi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  • Dalam : > 151 hari setelah sebar (HSS)
  • Sedang : 125 - 150 HSS
  • Genjah : 105 - 124 HSS
  • Sangat Genjah : 90 - 104 HSS
  • Ultra Genjah : <90 HSS
sumber: bbpadi

Popular Posts